Subscribe:

Kenali Lebih Dekat ICU




Ketika mendengar tentang unit perawatan intensif atau lebih di kenal dengan sebutan Intensive Care Unit (ICU), maka langsung terbayang suatu keadaan gawat darurat. Apalagi jika salah satu keluarga yang sakit dan dinyatakan harus dimasukkan ICU, maka tak pelak muncul rasa khawatir dan cemas berlebihan. Takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa.
ICU memang identik dengan urusan kegawatan. Bahkan sering mendengar bahwa ICU menangani setiap korban kecelakaan yang baru saja terjadi. Benarkah fungsi ICU hanya itu saja? Sebagai salah satu lini depan fasilitas kesehatan, yang pasti ICU memiliki keistimewaan sendiri.
Unit perawatan intensif atau ICU merupakan suatu ruangan khusus dalam rumah sakit yang memiliki staf dan peralatan khusus, dengan tujuan merawat pasien trauma atau pasien dengan komplikasi yang mengancam jiwa. Dari pengertian tersebut, diketahui betapa besar fungsi ICU sebenarnya.
Dikatakan Koordinator ICU RSI Yarsis Surakarta, Suyamto, SKep Ns, saat ditemui Joglosemar, Selasa (22/3), di ruangnya, pasien-pasien yang dirawat di ICU biasanya mengalami kegagalan dua organ atau lebih, meskipun beberapa pasien hanya menderita gagal napas akut yang membutuhkan bantuan mesin ventilator untuk beberapa jam atau beberapa hari saja.
ICU merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasien-pasien sakit kritis yang kerap membutuhkan monitoring intensif. Pasien yang memerlukan perawatan intensif sering memerlukan support terhadap instabilitas hemodinamik (hipotensi), airway atau respiratory compromise dan atau gagal ginjal atau terkadang ketiga-tiganya. Perawatan intensif biasanya hanya disediakan untuk pasien-pasien dengan kondisi yang potensial reversibel atau mereka yang memiliki peluang baik untuk bertahan hidup.
“ICU membutuhkan perawatan, peralatan laboratorium, dan peralatan diagnostik lainnya dengan standar yang tinggi. Salah satu alat wajib yang harus dimiliki ICU adalah ventilator atau alat bantu napas,” ungkap Suyamto.
Tak jarang masyarakat mengidentikkan ICU dekat dengan kematian karena memang penyakit kritis begitu dekat dengan kematian. Akan tetapi, dengan keahlian dan usaha yang dilakukan semaksimal mungkin, Suyamto menuturkan, setiap pasien yang dirasa telah membaik, tidak akan langsung dipulangkan atau dimasukkan bangsal. Mereka terlebih dahulu dimasukkan ke kamar transisi sebelum akhirnya ke bangsal. Beberapa syarat ideal untuk ICU yakni terdiri dari bed sekitar 10 buah, di mana setiap tempat tidur dilengkapi dengan monitoring. ICU terdiri dari ruang tunggu, ruang pasien, ruang penyimpanan, laboratorium serta ruang staf.
Kegawatan
Suyamto menambahkan, sebelum dinyatakan keluar dari ICU, pasien harus dipastikan kondisi kesehatannya di antaranya melalui pemeriksaan tekanan darah, jantung, oksigen tanpa alat bantu. Dikatakan Suyamto, ICU merupakan tempat yang memiliki peralatan medis terlengkap untuk menangani kasus kegawatan. Beberapa alat di antaranya yakni monitoring, radiologi, alat terapi respirasi, alat terapi radiologi, terapi dialisis, laboratorium, serta alat lainnya. Di sisi lain, staf ICU terdiri dari staf medis, staf perawat, staf nonmedis yang terkait, ahli teknik dan petugas radiologi.
Suyamto menambahkan indikasi pasien yang dirujuk ke ICU adalah pasien dengan sakit berat, kritis dan tidak stabil misalnya pada pasien pascaoperasi bedah mayor. Kemudian juga pasien yang memerlukan pemantauan intensif, serta pasien yang mengalami komplikasi akut seperti edema paru (kardiohenik dan nonkardiogenik). Sedangkan pasien yang mengalami mati batang otak atau yang secara medis tidak ada harapan untuk disembuhkan tidak perlu masuk ICU. “Jika pasien tidak memerlukan lagi terapi intensif karena membaik dan stabil, maka bisa dinyatakan keluar dari ICU.” paparnya.
Selain itu, terapi intensif tidak memberikan manfaat pada pasien lanjut usia atau lebih dari 65 tahun yang mengalami gagal tiga organ atau lebih, setelah di ICU selama 72 jam. Kemudian juga tidak bermanfaat pada pasien mati batang otak atau koma yang mengalami keadaan vegetatif dan pasien dengan berbagai macam diagnosis seperti penyakit paru obstruksi menahun, kanker dengan metastasis, serta gagal jantung terminal. Karena penyakit kritis dekat dengan “kematian”, maa iurcome intervensi yang dibetikan sangat sulit diprediksi. Banyak juga pasien yang akhirnya meninggal di ICU. Maka dari itu, penanganan ICU membutuhkan kerja sama tim yang berasal dari berbagai disiplin ilmu.
“Pasien pun bisa datang dengan kegawatan yang berat dan mengancam nyawa atau kelangsungan hidup ke ICU. Jadi istilahnya tidak setiap kecelakaan atau insiden bisa dimasukkan ke ICU. Hanya yang memiliki kondisi parah dan mengancam kelangsungan hidupnya setelah kejadian.” tandas Suyamto. n Triawati Prihatsari Purwanto

Sumber : harian joglosemar





0 comments:

Posting Komentar