Subscribe:

Hukum Musik Dalam Islam


Kita batasi dahulu permasalahan, bahwa musik yang akan kita bahas adalah MUSIK YANG SOPAN, MUSIK PERJUANGAN, MUSIK PUJI- PUJIAN, tidak ada kata- kata yang tak senonoh, tidak merangsang syahwat, dan tidak menghalangi seseorang untuk beribadah kepada Allah.
Karena semua musik atau perkataan biasapun yang bersifat jorok, tak senonoh, menghujat, dan merusak, apalagi ditambah dengan gaya seronok, merangsang dan membuka- buka aurat, maka SELURUH ULAMA’ SEPAKAT MENGHARAMKANNYA.


YANG MENGHARAMKAN

Hukum bernyanyi dan bermain musik diperselisihkan oleh para ulama Islam.
Pada kesempatan yang lalu kita sudah sampaikan beberapa ulama yang mengharamkannya, diantaranya mereka berdalil dengan firman Allah dalam Surat Luqman berikut:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
“Dan diantara mereka (ada) orang yang mempergunakan LAHWAL HADIST (kata- kata tak berguna) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu sebagai bahan olok- olokan. Mereka itu memperoleh Adzab yang menghinakan” (Surat Luqman: 6).
Menurut sebagian ulama’, LAHWAL HADIST disini yang dimaksud adalah NYANYIAN. Jadi nyanyian itu haram hukumnya.
Menurut Ibnu Hazm, argument itu tidak benar, karena ada kalimat lanjutannya yaitu:…. “UNTUK MENYESATKAN MANUSIA DARI JALAN ALLAH TANPA PENGETAHUAN DAN MENJADIKAN JALAN ALLAH ITU SEBAGAI OLOK- OLOKAN”. Menurut Ibnu Hazm ini menunjukkan bahwa perkataan apa saja, termasuk ucapan, berita, informasi, nyanyian yang bersifat menyesatkan dan memper- olok- olokkan agama Islam/ Allah adalah haram, bahkan kufur, Naudzubillaahi min dzaalik. Sedang yang tidak bersifat meng- olok- olok dan tidak untuk menyesatkan manusia adalah mubah, sejauh- jauhnya makruh, Sesuai hadist Nabi: “Min Husnil Islaamil Mar’i tarkuhuu maa laa ya’niih = Kebaikan Islam seseorang diukur dari kemampuannya meninggalkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya”. Al- Hadist. (Lihat selengkapnya: Ibn Hazm: Al- Muhalla 9/60, penerbit Al- Muniriyah).
Adapun hadist- hadist yang dikemukakan tentang keharaman musik/ nyanyian, semuanya dho’if, termasuk hadist:
ليكونن ﻗﻭﻡ من امتي يستحلون ﺍﻟﺤﺮ ﻭﺍﻟﺤﺮﻴﺮ ﻭﺍﻟﺨﻤﺮ ﻮﺍﻟﻤﻌﺎﺯف
“Akan datang suatu kaum dari umatku yang menghalalkan perzinahan, sutera dan bermain musik “.

Hadist ini diriwayatkan oleh Bukhori namun beliau memberi catatan bahwa hadist ini MU’ALLAQ (sanadnya terputus) yang berarti berderajat dho’if. Ibnu Hazm menolak hadist ini, bahkan beberapa ulama menyatakan bahwa MATAN nya MUDHTORIB. Syekh Ibnu Hajar Al- Asqolani berusaha keras mencari jalan sanad lain, dan dapat bersambung melalui Hisyam bin Ammar, namun Imam Abu Dawud menyatakan bahwa Hisyam bermasalah karena pernah meriwayatkan 400 hadist yang nggak jelas.

Sedangkan hadist dibawah ini bernilai sohih, diriwayatkan oleh Bukhori, Ibnu Maajah dan Ibnu Hibban dari Abu Malik Al- Asy’ari, tetapi kalimat MUSIK pada hadist ini merupakan pelengkap saja dari perilaku para PEMABUK yang dalam mabuknya mereka berhura- hura dengan musik, biduanita dan hiburan lainnya. Jadi dalam hadist ini tidak bermakna langsung bahwa musik itu dilarang, tapi MABUKNYA yang dilarang.  Demikian bunyi hadistnya:
ليشربن ﺃﻧﺎﺱ من أمتي الخمر يسمونها ﺑﻐﻴﺮ اسمها يعزف على رؤسهم بالمعازف والمغنيات يخسف الله بهم الأرض ويجعل منهم القردة والخنازير
” Nanti akan ada manusia ummatku pada minum Khomer (minuman keras), mereka menyebut minuman itu dengan nama- nama lain. Kepala (pikiran dan angan- angan) mereka dipenuhi dengan alat- alat musik dan penyanyi- penyanyi wanita. Allah akan memusnahkan mereka kedalam bumi dan Allah akan menjadikan mereka (sehina)  kera dan babi.
Dan masih banyak hadist- hadist/ ayat yang dipakai dalil untuk mengharamkan musik dan nyanyian.

YANG MEMBOLEHKAN

__________________________________________________________
Yang membolehkan mereka berhujjah (ber- argument) dengan hadist- hadist berikut:
1. Hadist riwayat Bukhori dan Imam Ahmad menceriterakan dari A’isyah, bahwa dia suatu saat membawa penganten wanita kerumah mempelai pria dari sahabat Anshor. Maka Nabi pun bersabda pada A’isyah:
يا عئشة ما كان لهم من لهو … فإن الأنصار يعجبهم اللهو
” Ya A’isyah. Mengapa tak membawa musik/ hiburan  untuk mereka? Sesungguhnya orang Anshor itu suka musik/ hiburan.”

2. Imam Ibnu Majah menceriterakan dari Ibnu Abbas, bahwa suatu saat A’isyah menikahkan salah satu kerabat wanitanya dengan lelaki Anshor. Rasulpun bertanya: “Apakah engkau mengirim bersamanya seseorang yang dapat bernyanyi?” A’isyah menjawab: “Tidak”. Maka Rasul pun bersabda:
إن الأنصار قوم فيهم الغزل فلو بعثتم معها من يقول أتيناكم, أتيناكم فحينا , وحيكم
“Sesungguhnya kaum Anshor itu suatu kaum yang menyukai hiburan. Alangkah baiknya jika kau kirimkan bersama mempelai wanita itu, seorang penyanyi yang berdendang: Kami datang…kami datang pada kalian. Sejahteralah kami,,,sejahteralah kalian…

3. Imam Nasa’I dan Hakim meriwayatkan dari jalan Amr bin Sa’d, dia berkata:” suatu saat saya datang kerumah Qordhoh bin Ka’ab dan Abu Manshur Al- Anshori ketika tengah ada walimatul Ursy. Tiba- tiba ada budak- budak perempuan menyanyi. Saya pun bertanya: Wahai dua sahabat Rasulullah, Ahlul badar melakukan ini dirumah kalian?” Mereka menjawab: ” Jika kamu suka duduklah kamu, jika tak suka silahkan tinggalkan tempat ini. Di Walimatul Ursy kita dapat keringanan untuk mengadakan hiburan”. Imam Nasa’I dan Hakim mensahihkan hadist ini.
Sebagian Ulama mensyaratkan bahwa rukhsoh dan kemudahan itu diberikan saat walimatul ursy seperti pada riwayat – riwayat tersebut diatas.

4. Imam Asy- Syaukani dalam kitabnya Nailul Author mengatakan: “Penduduk Madinah dan orang- orang yang sependapat dengan mereka dari kalangan Ad- Dhohiriyah dan dari kalangan ahli sufi berpendapat bahwa nyanyian itu ada keringanan hukumnya walaupun disertai “Uud” (Lute- English: Suatu alat musik bersenar dan berdawai yang berbentuk seperti labu dibelah).

5. Syaikh Abu Manshur Al- Baghdady asy- Syafi’I menceriterakan dalam kitabnya As- Sima’ bahwa Abdullah bin Ja’far (Sohabat Nabi) tidak memandang nyanyian itu haram. Bahkan ia sering menggubah lagu untuk dinyanyikan oleh para budak wanitanya, lalu ia mendengarkan mereka menyanyikannya dan mengiringinya dengan petikan ‘Uud. Itu semua terjadi dizaman Khalifah Ali.

6. Abdul Fadl bin Thohir meriwayatkan dalam karyanya yang juga berjudul As- Sima’ menyatakan: bahwa tidak ada perselisihan pendapat dikalangan penduduk Madinah tentang bolehnya nyanyian dengan menggunakan ‘Uud.

7. Abu Umar Al- Andalusy dalam kitabnya Al- Aqd meriwayatkan bahwa sahabat Abdullah bin Umar berkunjung kerumah Ibnu Ja’far. Ia mendapati didalam rumah tersebut ada seorang budak perempuan berada dikamarnya sambil memegang ‘Uud. Lalu Ibnu Ja’far bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud: ” Adakah kau lihat ada sesuatu (larangan) pada semua ini?” Ibnu Umar menjawab: “Tidak ada”.
Baiklah sebagai kesimpulan kita lihat bagaimana pendapat seorang filsuf Islam ahli Sufi terkenal Imam Al- Ghozali tentang musik ini. Tulisannya kita nukil dari Maha karyanya: Ihya’u Ulumuddin, Kitabus Sima’ pada halaman 1152- 1153:
” Memang hal ini (mencari hiburan dengan bermusik)  menunjukkan adanya kekurang sempurnaan seorang muslim, karena orang yang sempurna adalah orang yang tidak perlu menghibur dirinya selain dengan kebenaran (mendekatkan diri ke Allah dengan tilawah, dzikir, ibadah). Namun kebaikan bagi seseorang adakalanya masih dinilai buruk bagi MUQORROBIN (orang yang sudah sangat mendekatkan diri pada Allah). Adapun orang- orang yang menguasai ilmu pengobatan hati, rangsangan- rangsangan lembut yang dibutuhkan dalam pengobatan jiwa dan bagaimana mengarahkannya menuju kebenaran, niscaya mereka akan tahu pasti bahwa usaha menghiburnya dengan hal- hal seperti ini (mendengarkan music yang baik) merupakan obat yang bermanfaat yang pasti dibutuhkan”.
Wallahu A’lam.






0 comments:

Posting Komentar